jump to navigation

Reproduksi Generatif & Vegetatif Januari 22, 2009

Posted by 5il4 in Uncategorized.
add a comment

Reproduksi Seksual ( Generatif )

Reproduksi biologis atau reproduksi seksual dalah suatu proses biologis penggunaan seks secara rutin dimana individu organisme baru diproduksi.

Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses reproduksi oleh pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi dua jenis: seksual dan aseksual.

Dalam reproduksi aseksual, suatu individu dapat melakukan reproduksi tanpa keterlibatan individu lain dari spesies yang sama. Pembelahan sel bakteri menjadi dua sel anak adalah contoh dari reproduksi aseksual. Walaupun demikian, reproduksi aseksual tidak dibatasi kepada organisme bersel satu. Kebanyakan tumbuhan juga memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi aseksual.

Reproduksi seksual membutuhkan keterlibatan dua individu, biasanya dari jenis kelamin yang berbeda. Reproduksi manusia normal adalah contoh umum reproduksi seksual. Secara umum, organisme yang lebih kompleks melakukan reproduksi secara seksual, sedangkan organisme yang lebih sederhana, biasanya satu sel, bereproduksi secara aseksual.

Pada reproduksi seksual/generatif terjadi persatuan dua macam gamet dari dua individu yang berbeda jenis kelaminnya, sehingga terjadi percampuran materi genetik yang memungkinkan terbentuknya individu baru dengan sifat baru.

Pada organisme tingkat tinggi mempunyai dua macam gamet, gamet jantan atau spermatozoa dan gamet betina atau sel telur, kedua macam gamet tersebut dapat dibedakan baik dari bentuk, ukuran dan kelakuannya, kondisi gamet yang demikian disebut heterogamet.

Peleburan dua macam gamet tersebut disebut singami. Peristiwa singami didahului dengan peristiwa fertilisasi (pembuahan) yaitu pertemuan sperma dengan sel telur.

Pada organiseme sederhana tidak dapat dibedakan gamet jantan dan gamet betina karena keduanya sama, dan disebut isogamet. Bila salah satu lebih besar dari lainnya disebut anisogamet.

Reproduksi Aseksual ( Vegetatif )

Reproduksi Vegetatif adalah cara reproduksi makhluk hidup secara aseksual (tanpa adanya peleburan sel kelamin jantan dan betina). Reproduksi Vegetatif bisa terjadi secara alami maupun buatan.

Vegetatif Alami

Vegetatif Alami adalah reproduksi aseksual yang terjadi tanpa campur tangan pihak lain seperti manusia.

Pada tumbuhan

  • Umbi batang. Contoh: ubi jalar, kentang
  • Umbi lapis. Contoh: bawang merah, bawang putih
  • Umbi akar. Contoh: wortel, singkong
  • Geragih atau stolon. Contoh: arbei, stroberi
  • Rizoma. Contoh: lengkuas, jahe
  • Tunas. Contoh: kelapa
  • Tunas adventif. Contoh: cocor bebek

Pada hewan

  • Tunas. Contoh: Hydra, Ubur-ubur, Porifera
  • Fragmentasi. Contoh: Planaria, mawar laut
  • Membelah diri. Contoh: Amoeba
  • Parthenogenesis. Contoh: serangga seperti lebah, kutu daun

Vegetatif Buatan

Vegetatif Buatan adalah reproduksi aseksual yang terjadi karena bantuan pihak lain seperti manusia.

  • Stek
  • Cangkok
  • Okulasi
  • Enten
  • Merunduk
  • Kloning

Individu baru (keturunannya) yang terbentuk mempunyai ciri dan sifat yang sama dengan induknya. Individu-individu sejenis yang terbentuk secara reproduksi aseksual dikatakan termasuk dalam satu klon, sehingga anggota dari satu klon mempunyai susunan genetik yang sama.

Reproduksi aseksual dapat dibagi atas lima jenis, yaitu :

1. Fisi
2. Pembentukan spora
3. Pembentukan tunas
4. Fragmentasi
5. Propagasi vegetatif

1.

Fisi

Fisi terjadi pada organisme bersel satu. Pada proses fisi individu terbelah menjadi dua bagian yang sama.
Contoh :
– Pada pembelahan sel bakteri.
– Pada Plasmodum, reproduksi dengan fisi berganda, yaitu inti sel membelah berulang kali dan kemudian setiap anak inti dikelilingi sitoplasma. Proses ini disebut skizogoni, sel yang mengalami skizogoni disebut skizon.

2.

Pembentukan spora

Dibentuk di dalam tubuh induknya dengan cara pembelahan sel. Bila kondisi lingkungan baik, maka spora akan berkecambah dan tumbuh menjadi individu baru, spora dihasilkan oleh jamur, lumut, paku, sporozoa (salah satu kelas protozoa) dan kadang-kadang juga dihasilkan oleh bakteri.

3.

Pembentukan tunas

Organisme tertentu dapat membentuk tunas, berupa tonjolan kecil yang akan berkembang dan kemudian mempunyai bentuk seperti induknya dengan ukuran kecil. Kemudian tunas ini akan lepas dari induknya dan dapat hidup sebagai individu baru. Pembentukan tunas merupakan ciri khas sel ragi dan Hydra (sejenis Coelenterata).

4.

Fragmentasi

Kadang-kadang satu organisme patah menjadi dua bagian atau lebih, kemudian setiap bagian akan tumbuh menjadi individu baru yang sama seperti induknya. Peristiwa fragmentasi bergantung pada kemampuan regenerasi yaitu kemampuan memperbaiki jaringan atau organ yang telah hilang. Fragmentasi terjadi antara lain pada hewan spons (Porifera), cacing pipih, algae berbentuk benang.

5.

Propagasi vegetatif

Istilah propagasi vegetatif diberikan untuk reproduksi vegetatif/tumbuhan berbiji. Pada proses propagasi bila bagian tubuh tanaman terpisah maka bagian tersebut akan berkembang menjadi satu/lebih tanaman baru. Propagasi vegetatif alamiah dapat terjadi dengan menggunakan organ-organ sebagai berikut :

a.

Stolon
Stolon adalah batang yang menjalar di atas tanah. Di sepanjang stolon dapat tumbuh tunas adventisia (liar), dan masing-masing tunas ini dapat menjadi anakan tanaman. Contoh: pada rumput teki, rumput gajah dan strawberi.

b.

Akar tinggal atau rizom
Rizom adalah batang yang menjalar di bawah tanah, dapat berumbi untuk menyimpan makanan maupun tak berumbi. Ciri rizom adalah adanya daun yang mirip sisik, tunas, ruas dan antar ruas. Rizom terdapat pada bambu, dahlia, bunga iris, beberapa jenis rumput, kunyit, lengkuas, jahe dan kencur.

c.

Tunas yang tumbuh di sekitar pangkal batang
Tunas ini membentuk numpun, misalnya: pohon pisang, pohon pinang dan pohon bambu.

d.

Tunas liar
Tunas liar terjadi pada tumbuhan yang daunnya memiliki bagian meristem yang dapat menyebabkan terbentuknya tunas-tunas baru di pinggir daun. Contoh: tunas cocor bebek (Kalanchoe pinnata) dan begonia.

e.

Umbi lapis
Umbi lapis adalah batang pendek yang berada di bawah tanah. Umbi lapis diselubungi oleh sisik-sisik yang mirip kertas. Contoh: tumbuhan lili, tulip dan bawang.

f.

Umbi batang
Umbi batang adalah batang yang tumbuh di bawah tanah, digunakan sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan sehingga bentuknya membesar. Pada umbi terdapat mata tunas – mata tunas yang
akan berkembang menjadi tanaman baru.
Contoh: kentang dan Caladium.

Kita mengenal tiga jenis reproduski sel, yaitu Amitosis, Mitosis dan Meiosis (pembelahan reduksi). Amitosis adalah reproduksi sel di mana sel membelah diri secara langsung tanpa melalui tahap-tahap pembelahan sel. Pembelahan cara ini banyak dijumpai pada sel-sel yang bersifat prokariotik, misalnya pada bakteri, ganggang biru.

MITOSIS adalah cara reproduksi sel dimana sel membelah melalui tahap-tahap yang teratur, yaitu Profase Metafase-Anafase-Telofase. Antara tahap telofase ke tahap profase berikutnya terdapat masa istirahat sel yang dinarnakan Interfase (tahap ini tidak termasuk tahap pembelahan sel). Pada tahap interfase inti sel melakukan sintesis bahan-bahan inti.

PEMBELAHAN MITOSIS

(lebih…)

Pura Bukit Sinunggal dan Sejarahnya Januari 22, 2009

Posted by 5il4 in Uncategorized.
Tags:
add a comment

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya makalah yang berjudul “ Pura Bukit Sinunggal dan Sejarahnya ” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini disusun dengan sangat sederhana karena dalam penyusunannya dalam waktu yang relatif singkat. Sesuai dengan pepatah “Tiada gading yang tak retak“ maka dari itu, atas kekurangan – kekurangan yang ada maka penulis harapkan para pembaca memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga nantinya makalah ini dapat semakin sempurna.

Kubutambahan, Desember 2008

Ttd

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah merupakan suatu hal yang riil dimana secara pengertian sempitnya sejarah itu sudah terjadi dan bahkan terlewatkan. Yang menurut R. Moh Ali sejarah ada 3 pengertian, yaitu Sejarah adalah kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa seluruhnya yang berkaitan dengan kehidupan manusia, Sejarah adalah cerita yang tersusun secara sistematis (serba teratur dan rapi),dan Sejarah adalah ilmu yang menyelidiki perkembangan peristiwa dan kejadian-kejadian pada masa lampau.

Dari keseluruhan itu dapat disimpulkan sejarah itu ialah suatu kejadian–kejadian ataupun peristiwa pada masa lampau yang berkaitan dengan kehidupan manusia, dan tersusun secara sistematis. Sejarah dapat meninggalkan sesuatu baik benda, bangunan atapun semacamnya yang biasa disebut peninggalan sejarah. Dimana peninggalan sejarah perlu dijaga dan dilestarikan agar generasi anak cucu dapat melihat ataupun menelitinya. Apalagi peninggalan sejarah itu merupakan sejarah lokal yang sering kita dengar, sering kita kunjungi atau datangi dan sebagainya.

Sehingga atas dasar itu penulis menulis makalah ini selain merupakan tugas pribadi dari Guru mata pelajaran Sejarah yang menugaskan siswa X agar menulis makalah yang bertemakan sejarah lokal. Yang bertujuan agar para siswa bisa mengetahui, mengamati, menjaga serta melestarikannya. Selain itu mungkin para siswa juga bisa mengamalkannya kepada masyarakat agar masyarakat sekitar kita mengetahui lebih detail tentang peninggalan sejarah tersebut. Sehingga bersama masyarakat juga para siswa dapat menjaga kelestarian peninggalan sejarah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Pada pembuatan makalah ini yang berjudul “Pura Bukit Sinunggal dan Sejarahnya” memiliki berbagai masalah yang akan di bahas dalam pembahasan ini, yaitu :

1. Bagaimana Sejarah Pura Bukit Sinunggal ?

2. Masa kerajaan apakan yang mendirikan Pura tersebut ?

3. Bagaimana keadaan fisik lingkungan dari Pura Bukit Sinunggal ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini selain untuk persyaratan tugas dari Guru Sejarah tentang sejarah lokal yang dibebankan kepada penulis antara lain :

1. Untuk mengetahui sejarah Pura Bukit Sinunggal.

2. Untuk mengetahui masa kerajaan pendiri dari pura tersebut.

3. Untuk mengetahui keadaan fisik lingkungan dari Pura Bukit Sinunggal.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pura Bukit Sinunggal

Pura Pucak Bukit Sinunggal merupakan salah satu Pura Dang Kahyangan yang ada di Bali Utara, Pura ini terletak di Desa Tajun, Kubutambahan. Menurut sejarahnya yang dalam buku “Pura Bukit Tunggal Dalam Prasasti” disusun Ketut Ginarsa, Balai Penelitian Bahasa, Singaraja, 1979, sebelum tahun 914 Masehi pura ini menjadi milik raja yang dipuja masyarakat Bali Utara pada zaman itu. Secara administratif Pura bukit sununggal terletak di desa tajun, kecamatan kubu tambahan, kebupaten buleleng. Seperti namanya, Pura ini terletak di sebuah bukit dengan pemandangan yang asri yang dikenal dengan bukit sinunggal.

Untuk sampai di lokasi pura bukit sinunggal, kita dapat melalui jalur denpasar –kintamani, pucak penulisan melewati desa dausa menuju ke desa tajun. Jarak pura dari kota Buleleng kurang lebih 30 km dan dari kota denpasar kurang lebih 98 km.Pura ini dulunya bernama hyang bukit tunggal namun masyarakat biasa menyebutkan dengan pura bulit sinunggal. Sebelumnya mandala pura ini cukup sempit dengan pelinggih pelinggih yang sederhana, setelah didakan beberapa pemugaran kini pura tampak indah dan asri.

Dalam sejarahnya disebutkan bahwa pada abad ke 5 ida bhatara sudah melingga di pura ini yang konon hadir dari Gunung Himalaya, India diiringi Batara Ganesa. Karena itu Ganesa terdapat di dalam pelinggih utama di Meru Tumpang Pitu. Didalam prasasti hyang bukit tunggal juga disebutkan bahwa pura bukit sinunggal dulunya disungsung oleh raja raja dari seluruh bali.

Dimana sebenarnya Pura ini merupakan salah satu sisa-sisa peninggalan Kerajaan Bedahulu. Berdasarkan prasasti Raja Sri Kesari Warmadewa tertanggal 19 Agustus 914, Pura Gunung Sinunggal yang dahulu disebut Hyang Bukit Tunggal terdapat di Desa Air Tabar, daerah Indrapura. Desa Indrapura kini disebut Desa Depaa. Sedangkan yang memelihara Pura Bukit Tunggal itu adalah Desa Air Tabar. Di desa itu terdapat tokoh-tokoh masing-masing Mpu Danghyang Agenisarma, Sri Naga, Bajra dan Tri.

Keempat tokoh masyarakat itu berpangkat Ser Tunggalan, Lampuran. Mereka bertugas mempersatukan masyarakat desa serta melaporkan keadaan dan peristiwa yang terdapat di Desa Air Tabar dan sekitar Pura Bukit Tunggal kepada Sri Paduka Raja Kesari Warmadewa di Istana Singhamandawa. Pada saat itu Istana Singhamandawa terletak di antara Desa Bedulu dan Desa Pejeng sekarang.

Sesuai peraturan adat zaman dulu, letak desa pengemong ada di sebelah utara Pura Bukit Tunggal itu. Seperti halnya desa kecil lainnya yang masuk dalam wilayah Desa Julah, Desa Air Tabar juga sering didatangi perampok. Untuk menjaga keamanan, masyarakat desa itu berpindah tempat menuju ke selatan Pura Bukit Tunggal. Di sana mereka membangun desa baru yang disebut Desa Tanjung. Lama-kelamaan menjadi Desa Tajun atau Tetajun.

2.2 Kerajaan Bedahulu atau Bedulu

Pura Bukit Sinunggal merupakan salah satu peninggalan sejarah dimana diperkirakan pura ini ada pada masa dimana sebuah kerajaan yang bernama “Kerajaan Bedahulu” berkembang dan mencapai kejayaannya.

Kerajaan Bedahulu atau Bedulu adalah kerajaan kuno di pulau Bali pada abad ke-8 sampai abad ke-14, yang memiliki pusat kerajaan di sekitar Pejeng (baca: pèjèng) atau Bedulu, Kabupaten Gianyar, Bali. Diperkirakan kerajaan ini diperintah oleh raja-raja keturunan dinasti Warmadewa. Penguasa terakhir kerajaan Bedulu (Dalem Bedahulu) menentang ekspansi kerajaan Majapahit pada tahun 1343, yang dipimpin oleh Gajah Mada, namun berakhir dengan kekalahan Bedulu. Perlawanan Bedulu kemudian benar-benar padam setelah pemberontakan keturunan terakhirnya (Dalem Makambika) berhasil dikalahkan tahun 1347.

Setelah itu Gajah Mada menempatkan seorang keturunan brahmana dari Jawa bernama Sri Kresna Kepakisan sebagai raja (Dalem) di pulau Bali. Keturunan dinasti Kepakisan inilah yang di kemudian hari menjadi raja-raja di beberapa kerajaan kecil di Pulau Bali.

Untuk mengetahui lebih lanjut perkembangan kerajaan ini dipimpin oleh raja-raja yang turun temurun melaksanakan dan memerintah kerajaan Bedulu atau Bedahulu.

Berikut Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Bedulu atau Bedahulu :

1. Sri Wira Dalem Kesari Warmadewa – (882-913)

2. Sri Ugrasena – (915-939)

3. Agni

4. Tabanendra Warmadewa

5. Candrabhaya Singa Warmadewa – (960-975)

6. Janasadhu Warmadewa

7. Sri Wijayamahadewi

8. Dharmodayana Warmadewa (Udayana) – (988-1011)

9. Gunapriya Dharmapatni (bersama Udayana) – (989-1001)

10. Sri Ajnadewi

11. Sri Marakata – (1022-1025)

12. Anak Wungsu – (1049-1077)

13. Sri Maharaja Sri Walaprabu – (1079-1088)

14. Sri Maharaja Sri Sakalendukirana – (1088-1098)

15. Sri Suradhipa – (1115-1119)

16. Sri Jayasakti – (1133-1150)

17. Ragajaya

18. Sri Maharaja Aji Jayapangus – (1178-1181)

19. Arjayadengjayaketana

20. Aji Ekajayalancana

21. Bhatara Guru Sri Adikuntiketana

22. Parameswara

23. Adidewalancana

24. Mahaguru Dharmottungga Warmadewa

25. Walajayakertaningrat (Sri Masula Masuli atau Dalem Buncing?)

26. Sri Astasura Ratna Bumi Banten (Dalem Bedahulu) – (1332-1343)

27. Dalem Tokawa (1343-1345)

28. Dalem Makambika (1345-1347)

29. Dalem Madura

Sisa-sisa peninggalan dari kerajaan Bedahulu

Perlawanan kerajaan Bedulu terhadap Majapahit oleh legenda masyarakat Bali dianggap melambangkan perlawanan penduduk Bali asli (Bali Aga) terhadap serangan Jawa (Wong Majapahit). Beberapa tempat terpencil di Bali masih memelihara adat-istiadat Bali Aga, misalnya di Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli; di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem; serta di desa-desa Sembiran, Cempaga Sidatapa, Pedawa, Tiga Was, Padangbulia di Kabupaten Buleleng.

Beberapa obyek wisata yang dianggap merupakan peninggalan kerajaan Bedulu, antara lain adalah pura Jero Agung, Samuan Tiga, Goa Gajah, termasuk didalamnya juga Pura Bukit Sinunggal.

2.3 Pura Bukit Sinunggal

Pura Bukit Sinunggal terletak di sebuah bukit, dengan ketinggian kurang lebih 600 meter diatas permukaan laut. Untuk sampai di utama mandala pura, kita harus menaiki 113 anak tangga sepanjang kurang 300 meter.

Menurut penuturan Pemangku Pura, para pemedek yang ingin tangkil ke pura ini harus terlebih dahulu membersihkan diri di Beji Pura Air Tabar, kemudian ke Pura Dasar Bhuwana, tempat melinggih-nya Batara Siwa Budha, barulah ke Pura Bukit Sinunggal.

Sebelum sampai di utama mandala, di areal paling bawah, terdapat sebuah candi bentar dengan dua buah apit lawang di kanan kirinya.Di pelataran ini terdapat sebuah pelinggih yang disebut dengan pelinggih empulawang, sebagai stana bhtara ratu bagus manik ulap. Sebelum menuju pura utama, hendaknya kita terlebih dahulu menghaturkan sembah di pelinggih ini. Secara sekala, pelinggih ini merupakan penjaga, sebelum memasuki areal tersuci pura.Dari areal ini kita dapat menaiki beberapa buah anak tangga yang akan mengantarakan kita menuju utama mandala. Di tengah perjanan, berdiri sebuah pelinggih yang disebut dengan pelinggih lebuh. Fungsi pelinggih ini adalah pengayatan ke bhatara segara.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih sepuluh menit, kita akan sampai di areal utama mandala pura bukit sinunggal.Sebelum masuk ke areal utama mandala, di sisi kanan pura berdiri sebuah bangunan terbuka yang berfungsi sebagai wantilan pura. Di sebelah wantilan terdapat sebuah pohon besar, dengan sebuah pelinggih aling aling, yang berfungsi sebagai penjaga. Melewati sebuah candi bentar, kita akan memasuki utama mandala pura bukit sinunggal. Suasana di mandala ini terasa begitu sejuk dan begitu tenang. Naungan beberapa pohon besar, semakin menguatkan kesan sakral kental dengan aroma kesucian.

Dengan luas sekitar dua puluh are, pelataran utama mandala pura bukit sinunggal dihiasi beberapa buah pelinggih, termasuk pelinggih utama pura. Berada di utama mandala, pandangan kita akan langsung tertuju pada sebuah meru tumpang tuju, yang dikelilingi tembok penyengker. Meru ini merupakan pelinggih pokok pura, stana dari ida ratu pucak sinunggal atau bhatara lingsir, yang bergelar Ida ratu manik astagina, sekaligus merupakan penguasa delapan penjuru mata angin. Adanya tembok penyengker yang mengelilingi meru bukannya tanpa alasan. Jelas ini menunjukkan bahwa tidak semua sembarang orang boleh memasuki areal meru, kesucian hati dan fikiran merupakan syarat mutlak untuk memuja beliau disini.

Di sebelah meru, berdiri sebuah padma yang merukan lingga stana Ida Hyang Pasupati. Tepat di depan padma, berdiri sebuah phon beringin besar dengan pelinggih yang ada dibawahnya sebagai stana ratu ayu mas melanting. Di sebelah pohon beringin, berdiri sebuah pelinggih sebagai pengayatan ratu gede dalem ped, dan pelinggih ratu ngurah tangkeb langit atau ratu wayan tebeng.Di sisi kanan meru berdiri beberapa pelinggih sebagai pengayatan sapta dewata yaitu pura lempuyang, besakih, batur, batukaru, andakasa, pucak mangu, dan beratan.Di mandala ini terdapat sebuah arca yang merupakan pengayatan ke segara majapahit.

Jeroan pura juga dilengkapi oleh beberapa bangunan pelengkap seperti gedong penyimpenan, bale gong, pesamuan dan bale dana punia.Piodalan adalah upacara pemujaan kehadapan Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasiNya lewat sarana pemerajan, pura kahyangan dengan ngelinggihang atau ngerekayang dalam hari hari tertentu. Hari piodalan suatu pura terkait dengan upacara peresmian pertama kali atau pemelaspas dan ngenteg linggih.Perhitungan piodalan di pura bukit sinunggal dilaksanakan berdasarkan pawukon dan wewaran, sehingga piodalannya jatuh pada purnamaning kapat, atau saat bulan Oktober. Pada piodalan itu Ida Batara nyejer selama 7 hari. Saat piodalan ribuan pemedek tangkil dari berbagai daerah.

Pura bukit sinunggal merupakan pura dengan masyarakat pangempon yang cukup besar. Pangempon pura ini berasal dari 11 desa, yang ada di kecamatan kubu tambahan, diantaranya adalah dari desa tajun, tunjung, depa, bayad, sembiran, pacung, bangkah, tamblang, tangkid, mangening, dan kelampuak. Di desa tajun sendiri pangempon pura berjumlah hampir 1500 kepala keluarga. Pangempon pura, merupakan penyangga utama pura, baik itu dari upakara dan upacara yang dilaksanakan rutin. Pemugaran pura yang dilaksanakan tahun 1990, merupakan swadaya dari masyarakat pangempon yang menghaturkan dana punia. Pura bukit sinunggal merupakan salah satu pura yang sangat sacral. Menurut penuturan mangku pura, bila akan terjadi bencana besar dari meru akan memancar sinar merah terang dan beberapa kali telah terbukti.

Tak heran jika banyak pemedek yang sengaja datang dari jauh untuk dapat tangkil di pura ini. Banyak Pemedek yang datang ke pura ini bermula dari mimpi mimpi. Sebagian datang untuk memohon obat maupun kesejatraan.Masyarakat yang datang ke pura bukit sinunggal berasal dari berbagai kalangan, dari pejabat sampai wisatawan asing yang menerima bisikan dari mimpi. Keberadaan pura bukit sinunggal sangat disucikan oleh masyrakat, ini terbukti dengan tidak diperbolehkannya wisatawan asing memasuki areal pura, kecuali akan melakukan persembahyangan.Pura bukit sinunggal merupakan salah satu pura yang sangat baik untuk melakukan meditasi, vibrasi suci yang mengalir kuat memancarkan kedamaian di setiap raga yang berada di parahyangan ini.

Ada satu hal menarik terkait dengan keberadaan Pura Bukit Sinunggal. Di pura ini pendiri kota Singaraja, Ki Barak Panji Sakti, pernah mengucapkan kaul. Kisahnya dimulai saat Panji Sakti hendak menyerang Blambangan pada abad ke-10. Ketika itu, menurut sejarah, dalam perjalanan menuju Blambangan, Panji Sakti kehilangan arah di lautan dan tidak melihat apa pun. Dalam kepanikan itulah ia memohon kepada Ida Batara Lingsir Manik Astagina Bukit Sinunggal agar diberi petunjuk jalan agar tidak tersesat. Untuk itu dia berkaul akan mengaturkan 6 ekor kerbau.

Selain itu, Pura Bukit Sinunggal juga sering disebut “Besakih”-nya Buleleng lantaran semua pelinggih yang ada di Besakih terdapat pula di pura ini. Menurut Jro Mangku, hal tersebut dikarenakan alasan teknis. Pada zaman dulu karena kesulitan kendaraan, masyarakat Bali Utara menemui hambatan bila hendak menuju Pura Besakih. Padahal mereka harus melaksanakan upacara meajar-ajar usai upacara ngaben ke Pura Besakih, Karangasem. Untuk mengatasi kesulitan perjalanan itu, dibuatkanlah pelinggih seperti di Besakih agar warga Bali Utara bisa menuntaskan upacaranya di Tajun saja.

BAB V

PENUTUP

Demikian makalah yang penulis dapat penulis kerjakan untuk memperlengkap makalah ini penulis mencantumkan Bab III yaitu Penutup, berisikan tentang kesimpulan dan saran yang didapat dari Bab – bab sebelumnya.

1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Pura Pucak Bukit Sinunggal merupakan salah satu Pura Dang Kahyangan yang ada di Bali Utara, Pura ini terletak di Desa Tajun, Kubutambahan. Pura ini merupakan salah satu sisa-sisa peninggalan Kerajaan Bedahulu. Berdasarkan prasasti Raja Sri Kesari Warmadewa tertanggal 19 Agustus 914, Pura Gunung Sinunggal yang dahulu disebut Hyang Bukit Tunggal terdapat di Desa Air Tabar, daerah Indrapura. Desa Indrapura kini disebut Desa Depaa. Sedangkan yang memelihara Pura Bukit Tunggal itu adalah Desa Air Tabar. Di desa itu terdapat tokoh-tokoh masing-masing Mpu Danghyang Agenisarma, Sri Naga, Bajra dan Tri.

b. Pura Bukit Sinunggal merupakan salah satu peninggalan sejarah dimana diperkirakan pura ini ada pada masa dimana sebuah kerajaan yang bernama “Kerajaan Bedahulu” berkembang dan mencapai kejayaannya. Kerajaan Bedahulu atau Bedulu adalah kerajaan kuno di pulau Bali pada abad ke-8 sampai abad ke-14, yang memiliki pusat kerajaan di sekitar Pejeng (baca: pèjèng) atau Bedulu, Kabupaten Gianyar, Bali. Diperkirakan kerajaan ini diperintah oleh raja-raja keturunan dinasti Warmadewa.

c. Pura Bukit Sinunggal terletak di sebuah bukit, dengan ketinggian kurang lebih 600 meter diatas permukaan laut. Terdapat sebanyak 113 anak tangga sepanjang kurang 300 meter agar bisa mencapai utama mandala Pura Bukit Sinunggal. Di areal paling bawah, terdapat sebuah candi bentar dengan dua buah apit lawang di kanan kirinya. Terdapat beberapa pelinggih berupa meru ataupun biasa seperti Pelinggih Ida Hyang Pasupati, Ratu Gede Macaling, dsb. Dengan luas areal sekitar dua puluh are dengan lingkungan sejuk, asri serta banyak ditumbuhi berbagai macam tumbuhan pegunungan yang menambah keindahan pura.

2. S a r a n

Adapun beberapa saran yang saya ajukan diantaranya :

a. Bagi generasi muda agar dapat menjaga dan melestarikan segala bentuk peninggalan bersejarah kita. Seperti halnya Pura Bukit Sinunggal dimana disamping sebagai tempat ibadah juga merupakan salah satu tempat bersejarah. Kita senantiasa menjaga kesucian pura itu sendiri baik kebersihan secara sekala maupun niskala.

b. Bagi masyarakat yang berada disekitar pura maupun yang akan melaksanakan ibadah atau juga berwisata ke Pura Bukit Sinunggal setidaknya harus taat dengan aturan adat setempat yang mengharuskan agar memakai setidaknya kain dan selendang apa bila memasuki kawasan atau areal pura. Juga diharapkan agar menjaga kebersihan pura baik niskala ataupun sekala.

DAFTAR PUSTAKA

Ginarsa, Ketut. 1979. “Pura Bukit Tunggal Dalam Prasasti”. Singaraja : Balai Penelitian Bahasa.

http://id.wikipedia.org/wiki/pengertian-sejarah

http://id.google.co/tradisi-lisan-dalam-penulisan-sejarah-lokal.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/kerajaan-bedahulu

Hello world! Januari 22, 2009

Posted by 5il4 in Uncategorized.
1 comment so far

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!